STRATEGI BELAJAR MENGAJAR SOSIOLOGI YANG MENARIK MINAT BELAJAR SISWA


           Seperti yang kita ketahui pembelajaran sosiologi ini sendiri sudah kita temukan semenjak duduk di bangku X SMA. Mata pelajaran Sosiologi dipandang oleh sejumlah siswa sebagai mata pelajaran yang membosankan. Muatan materi sosiologi yang menyajikan banyak teori dan konsep seperti mengandung konsekuensi kepada siswa untuk menuntut semuanya dihafal secara baik. Model pembelajaran yang membosankan semakin membuat mata pelajaran ini kurang diminati oleh siswa. Strategi inovasi sudah dilakukan, namun pada praktiknya operasionalisasi model pembelajaran itu kurang efektif sehingga guru banyak yang kembali menggunakan model pembelajaran konvensional.

            Pelajaran tersebut akan dipelajari oleh siswa yang melanjutkan di kelas ilmu sosial atau program IPS. Sementara mereka yang melanjutkan di kelas ilmu-ilmu Alam atau program IPA tidak lagi mempelajari pelajaran ini. Sehingga pelajaran sosiologi ini disebut sebagai mata pelajaran  khusus bagi siswa jurusan Ilmu Sosial. Mengajar mata pelajaran Sosiologi untuk siswa SMA merupakan bukan hal yang mudah. Substansi materi yang begitu banyak dengan konsep dan teori tidak mudah untuk diajarkan oleh guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan sosiologi maupun sosiologi murni. Namun demikian masih banyak guru-guru yang tidak memiliki latar belakang keilmuan pendidikan sosiologi ataupun sosiologi murni mengajar mata pelajaran Sosiologi.

          Berdasarkan beberapa pengalaman dari para guru yang mengajar, strategi yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah pembelajaran sosiologi antara lain adalah mengajukan pertanyaan kritis, eksplorasi Artikel dan gambar/foto, nonton film, penelitian sederhana dan membuat catatan harian. Melalui strategi ini, pembelajaran yang bersifat konstruktivisme lebih mudah dioprasional. Cara ini lebih dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pembelajaran secara mandiri dan menjadikan siswa lebih dekat memahami kenyataan sosial.

         Sejalan dengan hasil penelitian Rochana, mata pelajaran sosiologi juga dianggap sebagai mata pelajaran yang bisa diampu oleh sembarang guru. Akibatnya guru banyak menjelaskan konsep sosiologi secara keliru. Disamping itu materi sosiologi lebh banyak dijelaskan secara teks book. Guru kurang dapat mengembangkan konsep maupun teori sosiologi dengan konteks sosial kehidupan siswa. Selain persoalan latar belakang keilmuan guru pengampu mata pelajaran sosiologi tantangan lain yang dihadapi guru selama mengajar mata pelajaran Sosioogi adalah terkait dengan siswa. Mereka tidak seperti anak-anak SD maupun SMP yang lebih cenderung bersifat konformis. Siswa-siswa SMA yang sedang dalam masa mencari jati diri agar sampai dalam proses pendewasaan cenderung lebih reaksioner.

       Kita semua tentu sangat mengerti bahwa kelas adalah tempat semua siswa memperoleh pembelajaran. Dari situlah semua guru mata pelajaran berinteraksi dengan murit-muridnya untuk melakukan pembelajaran bersama. Hal ini pun berlaku untu pelajaran Sosiologi. Pembelajaran sosiologi dimulai dari kelas ketika guru menyampaikan materi pelajaran dan siswa melakukan aktivitas belajar. Berangkat dari pengertian tersebu guru kemudian berjuang untuk memberikan pelajaran demi pelajaran dengan semenarik mungkin. Upaya ini dilakukan demi terpenuhinya misi yang dilakukan masing-masing guru, dan terwujudnya harapan mereka atas siswa mereka.


         Tetapi lebih jauh dari itu guru kemudian dituntut secara kreatif untuk dapat meyampaikan materi pelajaran tersebut secara aplikatif dan inspiratif seraya melakukan manajemen kelas. Dalam proses kegiatan Belajar Mengajar guru harus mampu menyajikan berbagai pengalaman belajar yang sesuai dengan karakter anak. Oleh karena itu, guru dituntut mengkombinasikan model pembelajaran yang telah ada dan diterapkan dalam kelas (Nurkhin dan Wahyudi, 2008).

          Menurut Dewey, proses pendidikan harus dilangsungkan dengan berpangkal pada pengalaman anak sendiri. (Dewey, 2002:xii). Lebih lanjut, dalam filsafatnya yang dikenal sebagai instrumentalisme Dewey menekankan pentingnya sistem belajar lewat pengalaman (learning by doing). Menurut perkataan Dewey diatas sendiri adalah salah satu hal yang penting dalam proses pembelajaran mata pelajaran sosiologi bagi siswa SMA adalah prihal mengkaitkan antara topic bahasa dengan pengalaman sehari-hari siswa. Oleh karna itu penting bagi guru untuk memahami konteks latar belakang siswa-siswanya.

          Tentu dengan mengali dari apa yang sudah dimiliki oleh siswa akan menjadikan pengalaman itu diolah dan dihayati oleh siswa tersebut. Berikut ini adalah beberapa upaya yang penulis coba lakukan dalam memberikan pengalaman tertentu pada siswa melalui pembelajaran sosiologi di kelas. Vertellen voor de klas adalah bercerita di muka kelas (magunwijaya, 2003:66). Hal ini merupakan sarana bagi siswa untuk mengemukakan cerita yang mereka miliki terkait dengan materi yang bersangkutan. Dapat kita contohkan ketika mereka melihat klasifikasi masyarakat  diindonesia ditinjau dari segi laju perubahan yang tergolong menjadi masyatakat modern.  
          Vertellen voor de klas terbukti dapat membangun rasa percaya diri siswa. Mereka menceritakan hal-hal yang menjadi kebanggaan mereka. Seperti misalnya ketika puput menceritakan bahwa dirinya adalah anak yang moderen karena ia tidak bergantung pada nasib. Dari contoh kecil di atas kita melihat bahwa vertellen voor klas telah memberikan pengalaman bagi siswa untuk melihat kedalam diri mereka sendiri. Pembelajaran vertellen voor klas juga merupakan bentuk lein dari komponen-komponen pembelajaran contextual teaching and Learning yaitu konstruktivisme.


          Model pembelajaran mengajukan pertanyaan kritis dalam sebuah pembelajaran yang produktif, sebagaimana yang dikatakan oleh Trianti (2007) senada dengan hal itu, mangunwijaya dalam artikelnya yang berjudul “terimak kasih, Pak Fuad Hassan” dalam buku impian dari Yogyakarta mengatakan bahwa dalam segala situasi. (Mangunwijaya, 2003:204). Untuk membiasakan siswa memiliki kemampuan dan kebiasaan untuk mengemukakan pertanyaan kritis dalam pembelajaran Sosiologi. Salah satu taktik yang bisa dipakai adalah dengan memberikan tiket pulang/istirahat, seperti layaknya menonton bioskop maka seseorang akan diperbolehkan masuk apabila dia membawa tiket tersebut. Tiket pulang/istirahat dengan mengemukakan pertanyaan kritis sangat majur untuk memancing anak berpikir.

          Salah satu kompone pembelajaran kontekstual, juga menggunakan cara ini yaitu questioning (bertanya). Konsep ini bertujuan untuk membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata (Trianto, 2007). Model pembelajaran mengajukan pertanyaan kritis dalam sebuah pembelajaran CTL yang produktif sebagai yang dikatakan oleh Trianto (2007). Berguna untuk : 1. Menggali informasi akademik, 2. Mengecek pemahaman sisswa, 3. Membangkitkan respon , 4. Mengetahui sejauhmana keingintahuan , 5. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6. Memfokuskan perhatian siswa pada suatu yang dikehendaki guru, 7. Membangkitkan lebih banyak pertanyaan, 8. Menyegarkan kembali pengetahuan siswa. Bentuk inovasi pembelajaran itulah yang menjadikan sosiologi tidak lagi dipandang sebagai mata pelajaran yang membosankan , jauh dari makna kehidupan sehari-hari siswa.

         Cara-cara yang ditempuh di atas adalah bagain dari pedagogi transformasi yang lebih operasional dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi pembelajaran. Pedagogi transformasi ini lebih menekankan pada pendekatan kritis sehingga mealui pembelajaran ini siswa menjadi bagian yang terinteral dalam proses pembelajaran dan kehidupan sosial.


Saran 

Seperti yang kita ketahui menjadi guru haruslah di bidang masing-masing boleh saja mengajar dibukan bidang masih-masing akan tetapi kita harus bisa menguasai mata pelajaran tersebut, agar nantinnya searah dengan jurusan yang akan diajarkan. Sebagai guru kita bukan hanya memberikan pertanyaan kritis saja kepada siswa sebelum melakukan pembelajaran yang lebih jauh lagi kita harus mengenal siswa terlebih dahulu untuk mengetahui bagaimana pola pendekatannya dikarnakan siswa memiliki karakter yang berbeda-beda. Sebagai guru juga kita tidak boleh terlalu mengekang murit buatlah mereka nyaman bila perlu mereka menganggap kita sebagai teman mereka, jangan Hannya belajar dikelas saja tapi usahakan belajar diluar kelas sesekali ajak siswa jalan-jalan diluar jam sekolah agar siswa merasa nyaman. 

Usahakan beri perhatian kepada semua siswa karna, mereka pastinnya menginginkan kasih sayang apalagi jika siswa yang bandel, bila perlu ajak siswa satu persatu untuk ngobrol agar kita tau apa saja masalah yang mereka hadapi. Bebaskan mereka buatlah mereka slalu nyaman selama di dalam kelas.





Refrensi


 Hezti Insriani, “PEMBELAJARAN SOSIOLOGI YANG MENGGUGAH MINAT SISWA”,JURNAL KOMUNTAS Vol.3 No.1, 2011, diakses 26 April, 2020



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK “KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MORALITAS DAN KEAGAMAAN REMAJA SERTA IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN”

MAKALAH DASAR-DASAR LOGIKA PENGERTIAN, OBJEK KAJIAN,, MACAM-MACAM SEJARAH, HUKUM DAN MANFAAT LOGIKA